Selasa, 29 Maret 2011
Udang Monster ala Wamena
PAPUA - Jika ada makanan lain yang paling diinginkan oleh para pelancong di Wamena, maka pasti itu bukanlah hipere (ketela rambat), melainkan Udang Baliem (Cherax sp) yang unik. Bentuknya sendiri memuaskan, tiga kali lebih besar dari ukuran udang biasa. Badannya tertekuk 360, cangkangnya sangat keras, kaki-kakinya jenjang dan keras. Tapi yang paling menggoda adalah dua buah capit seperti ketam.
Dari sepasang capit inilah banyak orang yang lebih suka menyebutnya sebagai Udang Selingkuh. Konon, spesies ini adalah hasil selingkuh antara udang biasa dengan ketam. Ada-ada saja. Tapi itu sudah, orang Wamena sangat suka dengan mop, lelucon sederhana yang kadang garing, kadang juga bikin ketawa sampai menangis.
Sebetulnya, ini bukanlah udah biasa. Secara biologis udang ini bisa dikelompokkan sebagai jenis lobster air tawar. Habitatnya tersebar di sepanjang Sungai Baliem, setidaknya hingga saat ini ada delapan buah jenis lobster air tawar yang sering dikonsumsi masyarakat.
Tapi tak usahlah kita membicarakan bentuk nya yang aneh. Karena masih banyak hal yang bisa kita ulas dari benda yang menurut Ayos sangat mirip dengan binatang purba, Trilobita.
Bagi penggemar kuliner, tentu saja udang endemik ini sudah seperti legenda. Dari beberapa orang yang saya tanyai tentang “10 Hal yang Tidak Boleh Dilewatkan Selama di Wamena”, udang ini pasti masuk di dalamnya. Jadi, huku m untuk mencoba udang ini saat berkunjung ke Wamena adalah wajib.
“Pokoknya kalau ada tamu, pasti kitong punya tamu minta disediakan Udang Selingkuh,” kata Meylan, seorang pramusaji di Hotel Baliem Pilamo. Gadis Cina-Manado ini juga bercerita tentang cara menangkapnya,”Bisa dipancing atau dijaring, ada pula orang yang berternak, tapi biasanya itu udang punya rasa bisa berubah jika sudah diternak,” jelas Meylan.
Menurut pengamatan lidah saya, Udang Baliem ini dagingnya bertekstur lebih lembut daripada udang air asin. Rasanya pun sangat gurih. Sungguh berbeda dari udang atau lobster biasa. Cara menikmatinya pun tidak seperti kita memakan udang air asin, kulit kerasnya harus dikupas terlebih dahulu untuk menikmati dagingnya yang manis.
Banyak cara memasak untuk menikmati udang selingkuh ini. Sampai meninggalkan Wamena, setidaknya kami sudah mencobanya dalam beberapa variasi; udang asam manis, udang oseng mentega, dan digoreng biasa. Semua sajian akhirnya habis saya dan Ayos makan, kami memang tergolong omnivora yang rakus untuk urusan makan enak.
Kami bersyukur perjalanan ini tidak sempat membuat lemak kami kisut, justru sebaliknya, perlahan tapi pasti berat badan kami naik teratur seiring dengan bobot Udang Baliem berukuran monster yang masuk ke dalam perut.
Jika ingin membeli udang ini sebagai oleh-oleh, silahkan mencarinya di pasar tradisional seperti Jibama. Meskipun, sepengetahuan kami tidak banyak orang yang menjualnya. Suatu saat kami bertemu dengan seorang pria yang membawa dua kantong plastik besar di dalam waiting room Bandara Wamena, ternyata di dalamnya berisi Udang Baliem setengahnya. Ia menjual seharga 200.000 rupiah. Kami taksir beratnya sekitar tiga kilogram.
Sekedar informasi, para penjual di Wamena tidak terbiasa dengan hitungan kilogram. Mereka lebih familiar dengan perhitungan fisik; segenggam, seikat, atau setengah noken. Jangan panik, sistem purba ini memang menjadi sebuah daya tarik yang sudah jarang ditemukan di tempat lain.
Silahkan ditawar dengan harga pas, karena agak susah bagi para pedagang tradisional untuk membayangkan bilangan cacah; dua puluh tiga ribu enam ratus lima puluh rupiah misalnya, jika Anda menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan, akan sulit bagi mereka untuk menghitung kembalian.
Tawar juga dengan harga yang pantas, jika Anda tidak ingin disabet dengan kapak batu.
Rekomendasi kami untuk merasakan Udang Baliem dengan cara yang instan ada di Restoran Hotel Baliem Pilamo. Seporsi Udang Selingkuh Asam Manis yang dihidangkan sekitar 15 ekor dijual dengan harga Rp 95,000.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar